Friday, 26 July 2013

Tugas Bahasa Indonesia Kelas X - Diskusi Kelompok


TUGAS MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
DISKUSI KELOMPOK
“Sekolah, Lima atau Enam Hari?”




KELOMPOK 2
Cahyo utomo w.
Cressa R. S.
Giasani S. Nasifah
Ine Agustina

KELAS X-1



SMAN 6 BANDUNG
Jln. Pasirkaliki No. 51 Telp. (022) 6011309 – Bandung 40172
Tahun Pelajaran 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan tugas ini.
Dalam pembuatan tugas ini, banyak kesulitan yang kami alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan sumber-sumber info yang masih terbilang terbatas. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini, khususnya para rekan-rekan.Terimakasih juga tak lupa kami haturkan kepada Ibu Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang telah memberikan kami tugas ini. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan tugas yang kami buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami memohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan.Kritik dan saran sangat diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik serta berdaya guna  dimasa yang akan datang.

Kelompok 2










ILUSTRASI

Oleh Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc
Pak Kadir terheran melihat anaknya pulang sekolah langsung tertidur. Muka anaknya yang terkesan lemas, loyo dan masam membuat Pak Kadir sabar menunggu sang anak bangun dari tidurnya hanya untuk menunggu jawaban anaknya kenapa dia berubah. Harap cemas akan perubahan perilaku anaknya yang biasa pulang sekolah semangat menyantap makan siang yang sudah disiapkan ibunya, membuat pak Kadir berdoa: 'Mudah-mudahan anaknya tidak sedang sakit. '
Jam 17 sore sang anak bangun setelah tidur selama 1 jam. Pak Kadir bertanya 'Kenapa pulang sekolahnya lama nak, dan kenapa kamu tampak lesu tidak bertenaga?, apa kamu sakit? Tanya pak Kadir serius di depan ibunya. Sang Anak menjawab: 'Apa yang tidak lelah Yah, kami siswa dipaksa untuk mengunyah mata pelajaran selama 8 jam sehari dengan perut lapar dan kepala pusing! 'jerit sang anak. 'Kenapa begitu?' kejar pak Kadir penasaran. Si Anak ngomel sambil geram 'Bagaimana tidak sekolah 6 hari selama ini dipadatkan menjadi 5 hari, akibatnya kamilah yang korban'. Pak Kadir pun pasrah dengan jawaban sang anak dan di kepalanya timbul beberapa pertanyaan yang tak mampu dijawabnya: 'Untuk apa sekolah 5 hari?, apakah otak sang anak bisa dipaksa untuk melahap tambahan jam sekolah ?, untuk apa hari Sabtu diliburkan?, apakah sang anak masih punya waktu untuk les atau menimba pendidikan agama di sore hari seperti dulu ?, apakah pengeluaran untuk belanja tidak meningkat berkali-lipat?. Inikah pencerdasan itu ? atau ini hanya pembodohan oleh pemerintah yang mungkin tidak disadarinya dalam mengambil kebijakan.







PROGRAM SEKOLAH LIMA HARI

A. PRO

a. Acuan Daftar Pelajaran
Kegiatan pembelajaran di sekolah diatur melalui daftar pelajaran yang disusun oleh sekolah. Saat ini, daftar pelajaran tersebut disusun oleh sekolah dengan mengacu atau berpedoman pada struk¬tur kurikulum dan beban belajar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi. Struktur kurikulum ini memuat komponen dan nama-nama mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik beserta alokasi waktunya per minggu.
Komponen dari struktur kurikulum terdiri dari: (1) komponen mata pelajaran, (2) komponen muatan lokal, (3) komponen pengembangan diri. Ketiga komponen ini ada pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD/MI hingga SMA/MA/SMK. Perbedaannya ter¬letak pada jumlah dan nama mata pelajaran serta jumlah waktu atau beban belajar dalam seminggu. Untuk SD/MI jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari ialah 8 mata pelajaran, sedangkan untuk SMP/MTs ada 10 mata pelajaran, dan untuk SMA/MA kelas X ada sebanyak 16 mata pelajaran, sedangkan untuk SMA kelas XI dan XII untuk program IPA, IPS dan Bahasa ada sebanyak 13 mata pe¬lajaran. Perbedaan lainnya terletak pada beban belajar peserta didik setiap minggunya serta durasi 1 jam pelajaran untuk setiap tingkatnya.
b. Beban Belajar
Di samping menetapkan struktur kurikulum, Permen¬diknas nomor 22 tahun 2006 juga mengatur tentang beban belajar peserta didik per minggu. Untuk SD/MI kelas I adalah 26 jam pelajaran, kelas II 27 jam, kelas III 28 jam dan Kelas IV hingga VI adalah 32 jam. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran tatap muka untuk SD/MI ialah 35 menit. Dengan demi¬kian beban belajar tatap muka per minggu untuk kelas I ialah 910 menit atau 15 jam 10 menit, kelas II 945 menit atau 15 jam 45 menit, kelas III 980 menit atau 16 jam 20 menit, kelas IV-VI 1120 menit atau 18 jam 40 menit.
Untuk SMP/MTs (kelas VII-IX), beban belajar tatap muka per minggu adalah 32 jam pelajaran. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran untuk SMP/MTs ialah 40 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per ming¬gu untuk SMP/MTs ialah 1280 menit atau 21 jam 20 menit. Untuk SMA/MA (kelas X-XII), beban belajar tatap muka per minggu adalah 38-39 jam pelajaran. Sedangkan alokasi waktu 1 jam pelajaran ialah 45 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per minggu untuk SMA/MA ialah 1710-1755 menit atau antara 28 jam 30 menit hingga 29 jam 15 menit. Untuk SMK sedikit lebih ringan dari SMA/MA yaitu 36 jam pelajaran. Alokasi waktu 1 jam pela¬jaran ialah 45 menit. Dengan demikian beban belajar tatap muka per minggu untuk SMK ialah 1620 menit atau 27 jam.
Namun dalam Permendik¬nas nomor 22 tahun 2006 juga dijelaskan bahwa Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Dengan demikian beban belajar mak¬simum yang dibolehkan per minggu untuk SD/MI kelas IV-VI ialah 36 jam pembelajaran. Untuk SMP/MTs (kelas VII-IX) 36 jam pembelajaran, untuk SMA/MA (kelas X-XII) 42-43 jam pembelajaran, untuk SMK 40 jam pembelajaran.
c. Menimbang Kemungkinan, Mengubah Tradisi
Dengan memperhatikan beban belajar peserta didik seperti dikemukakan di atas, maka sebenarnya sangat memungkinkan pembelajaran tatap muka di sekolah cukup lima hari saja dalam se¬minggu. Lalu, jika sekolah dipadatkan lima hari se¬minggu, apakah akan me-nyebabkan peserta didik ter¬lalu lama pulang? Jawa¬bannya juga tidak. Berikut ini akan dikemukakan contoh analisisnya.
Untuk SD/MI kelas IV hingga kelas VI dan SMP/MTs kelas VII hingga kelas IX beban belajar per minggu ialah 32 jam pelajaran. Jika sekolah menambah jam pe¬lajaran, sesuai aturan mak¬simum 4 jam menjadi 36 jam, kemudian ditambah pengem¬bangan diri 2 jam sehingga menjadi 38 jam. Selain itu, sekolah biasanya juga meng¬alokasikan waktu 1 jam pelajaran untuk upacara ben¬dera Senin pagi dan 1 jam pelajaran lagi untuk kegiatan pembinaan Imtaq pada Jum¬at pagi. Dengan demikian,  jum¬lah jam maksimum untuk seluruh kegiatan sekolah yang normal sesuai aturan bagi kelas IV-VI hingga kelas VII-IX SMP adalah 40 jam pe¬lajaran per minggu.
Seandainya kegiatan ber¬sekolah pada Senin hingga kamis diisi dengan 9 jam pelajaran (4 hari x 9 jam pelajaran), maka jam pe¬lajaran yang tersisa untuk hari Jum’at hanya 4 jam pelajaran saja lagi. Jika jam pelajaran di sekolah dimulai pada pukul 7.15 setiap pagi Senin hingga Jum’at, maka kegiatan bersekolah di SD (kelas IV-VI) pada Senin-Kamis akan berlangsung pukul 07.15 – 12.45 Dan pada Jum’at hanya pukul 07.15- 09.50. Dengan catatan 1 jam pelajaran 35 menit dan setiap harinya disediakan waktu istirahat 1x15 menit.
Jika dengan distribusi jam perhari yang sama dengan untuk SD seperti di atas, maka kegiatan bersekolah secara normal di SMP kelas VII-IX akan berlangsung pukul 07.15 – 13.30 pada Senin hingga Kamis, dan pukul 07.15 – 10.10 pada Jum’at. Dengan catatan 1 jam pelajaran 40 menit dan setiap harinya disediakan waktu istirahat 1x15 menit.
Biasanya, untuk menjaga keseimbangan komposisi jam pelajaran, maka 1 jam pe¬lajaran di hari Kamis di¬pindahkan ke hari Jum’at agar di hari Jum’at tidak terlalu cepat pulang. Dengan demikian untuk Kamis tinggal 8 jam pelajaran dan Jum’at menjadi 5 jam pelajaran. Akibatnya, jam pelajaran di SD pada Kamis hanya pukul 07.15 – 12.10 dan Jum’at pukul 07.15 – 10.25. Se¬dangkan untuk SMP, Kamis, jam 07.15 – 12.50 dan Jum’at jam 07.15 – 11.00. Dari satu contoh analisis tersebut ter¬lihat sangat memungkinkan sekolah lima hari seminggu, bahkan itupun masih ada waktu yang tersisa dari waktu normal.
d. Sekolah 5 hari seminggu, melanggar aturan?
Menurut hemat penulis, sekolah 5 hari seminggu tidak melanggar aturan. Sebab, dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagai rujukan penyusunan kurikulum se¬kolah, tidak ada disebutkan bahwa sekolah dalam se¬minggu harus berlangsung 6 hari. Dengan demikian sekolah boleh saja mengatur jam pelajaran menjadi 5 hari seminggu asal beban belajar yang telah ditetapkan dalam aturan tersebut bisa terpenuhi. Memang ada aturan tentang minggu efektif per tahun ajaran, yaitu 34 – 38 minggu, tapi, sekali lagi, tidak ada aturan yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seminggu itu harus 6 hari belajar.
Tidak adanya aturan bah¬wa bersekolah seminggu harus 6 hari sehingga boleh saja 5 hari juga sama dengan tidak adanya aturan tentang berapa jam pelajaran dalam sehari, atau dari jam berapa hingga jam berapa pembelajaran harus berlangsung di sekolah setiap hari. Karena itu, sah-sah saja jika pembelajaran di sekolah mulai pukul 07.00 atau 07.15 atau 07.30. Semua itu tentu tidak melanggar aturan sepanjang beban be¬lajar perminggu terpenuhi.
Lalu, bagaimana dengan beban kerja guru? Sesuai dengan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat (2) tentang guru dan dosen serta Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 pasal 52 ayat (2) tentang guru, bahwa beban kerja guru tidak ditetapkan menurut hari, melainkan menurut jumlah jam mengajar tatap muka, yaitu sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan se¬banyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam seminggu. Karena itu, sepanjang guru bisa memenuhi beban kerjanya, maka sekolah 5 hari se¬minggu tidak melanggar atu¬ran beban kerja guru.
e. Manfaat Sekolah 5 hari Seminggu
Sekolah 5 hari seminggu memberi banyak manfaat, antara lain dapat mening¬katkan efektifitas hari belajar. Sebab, dengan beban belajar yang ada saat ini, jika sekolah tetap 6 hari seminggu, maka pada Sabtu biasanya hanya kegiatan pengembangan diri selama 2 jam pelajaran. Jika 2 jam pelajaran di hari Sabtu itu dipindahkan ke hari lain, maka hari belajar tentu akan lebih efektif.
Beberapa sekolah memang menyiasati jadwal hari Sabtu dengan memindahkan 2 jam pelajaran di hari lain ke Sabtu sehingga menjadi 4 jam pelajaran. Namun, dengan pola seperti ini peserta didik pada Sabtu tetap pulang sekolah paling lambat jam 10.00 pagi. Akibatnya, seba¬gian peserta didik pulang sekolah tidak langsung pulang ke rumah, tapi terlebih dahulu berkeluyuran ke pasar, ke pusat perbelanjaan atau pusat keramaian, ke warnet, ke tempat permainan, ke tempat rekreasi dan lain sebagainya. Tidak jarang, dari berke¬luyuran tanpa arah dan tujuan yang pasti sepulang sekolah ini terjadinya perkelahian antar pelajar. Dengan de¬mikian sekolah 5 hari se¬minggu diharapkan juga bisa menutup sebagian peluang terjadinya perkelahian antar pelajar.
Secara ekonomis, sekolah 5 hari seminggu juga dapat mengurangi pengeluaran orang tua peserta didik dan guru. Bahkan dengan adanya 2 hari libur seminggu juga bisa dimanfaatkan peserta didik untuk membantu orang tua bekerja yang secara ekonomis dapat menambah penghasilan keluarga. Selain itu, sekolah 5 hari seminggu juga sejalan dengan hari kerja dan hari libur orang tua peserta didik yang bekerja di sektor formal dari Senin hingga Jum’at. Dengan demikian orang tua bisa mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berko¬munikasi, membimbing, dan mendidik anak-anak mereka serta menyusun rencana ke¬luarga secara bersama.
Bagi guru yang tinggal jauh dari keluarga, libur 2 hari seminggu tentu sangatlah berarti bagi mereka. Sebab mereka bisa menikmati week end bersama keluarga yang lebih panjang. Dengan libur akhir pekan yang cukup di¬harapkan bisa berdampak secara psiko-logis kepada guru dan peserta didik. Mereka lebih segar dan bersemangat memulai sekolah kembali di hari Senin. Selain itu, ke¬wajiban guru sebagai orang tua dari anak-anak mereka di rumah atau sebagai suami atau istri juga bisa terlaksana dengan baik. Dengan de¬mikian, guru diharapkan bisa sukses mencerdaskan anak-anak bangsa di sekolah tanpa harus mengurangi kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak-anak mereka sendiri serta terhadap suami atau istri mereka di rumah.

B. KONTRA

a. Tingkat Kemampuan Siswa.
Rata-rata siswa di negara kita hanya mampu menyerap pelajaran maksimal 1 jam 50 menit satu kali pertemuan pada satu topik pembahasan. Jika terjadi kelebihan jam belajar maka sangat masuk akal jika siswa merasa jenuh, bosan dan tidak mampu lagi menyerap pelajaran. Kita bisa bayangkan setelah istirahat pagi jam 09.15 dan masuk kembali ke kelas jam 09.30 hingga menjelang istirahat jam 12.15 maka siswa dipaksa melahap jam pelajaran selama 2 jam 45 menit per hari. Dan anehnya lagi mereka harus masuk kembali jam 13.00 hingga jam 15.15 untuk memaksa otaknya menerima pelajaran selama 2 jam 15 menit dalam keadaan lapar, mual dan ngantuk. Tentu saja kemampuan siswa dipastikan terlalu dipaksa oleh sekolah. Itu baru dari sisi siswa. Bagaimana dengan guru yang juga merasa kelelahan untuk mengajar? Apakah kepala sekolah menjamin guru mampu bertahan sesuai standar yang ditetapkan dengan kelebihan dua jam sehari?
b. Pemborosan
Penambahan jam belajar siswa per hari dalam lima hari sekolah telah menyebabkan orang tua siswa yang berpenghasilan rendah semakin kewalahan menambah uang belanja harian anaknya di sekolah. Kita bisa bayangkan kalau sebelumnya mereka hanya diberi uang transportasi dan jajan ala kadarnya dengan makan siang di rumah, maka kini siswa harus makan siang di sekolah karena sekolah sampai sore hari. Tentu saja ini menjadi ajang bisnis sekolah karena siswa kini harus makan di sekolah. Dan ibu-ibu kantin pun berpesta pora dengan membuka banyak kantin dan banyak tawaran makanan. Tetapi tidakkah kita kasihan melihat orang tua yang harus menambah uang jajan anak rata-rata Rp30.000 per minggu (Rp5000/sehari) untuk satu anak? Bagaimana jika jumlah anaknya 4 orang? bukankah itu artinya orang tua harus menambah jajan anak Rp480.000 sebulan dari biasanya. Lalu bagaimana dengan mereka yang hidupnya pas-pasan? apakah mereka dibiarkan menerima pelajaran dengan perut kosong keroncongan yang lambat laun akan melahirkan berbagai penyakit seperti gangguan lambung dan pikiran? Belum lagi rasa malu bagi siswa yang miskin di depan siswa lainnya karena tidak jajan makan siang di sekolah. Bukankah ini kebijakan yang tidak peka terhadap kondisi masyarakat yang sedang banyak kelaparan dan tidak sekolah? Sungguh menyesatkan.
c. Pembodohan.
Selain siswa tidak mampu menyerap pelajaran dari tambahan jam belajar maka siswa pun tertutup kemungkinannya menerima pelajaran les di sore hari. Kita bisa bayangkan apa yang terjadi pada siswa jika di sekolah pun dia tidak menerima pelajaran yang berkualitas dan di sisi lain dia tidak lagi punya waktu menerima pelajaran tambahan dari les? Fakta menunjukkan sekolah tidak pernah menjamin siswa menjadi pintar tanpa les/kursus di luar sekolah. Dan kita juga tidak yakin apakah guru-guru di sekolah siap untuk berubah memberikan pelajaran yang lebih 'smart' setelah jam belajar ditambah. Kalaupun jawabnya 'ya' apakah dapat diserap oleh siswa dengan baik? Hal ini dalam jangka panjang akan menyebabkan generasi muda kita menjadi generasi yang tidak cerdas kalaupun dia kebetulan pintar maka kemungkinannya adalah generasi yang 'teks book'. Selain itu hilangnya kesempatan sore hari bagi siswa mengakibatkan kepada hilangnya kesempatan siswa mendalami pelajaran agama yang biasanya diperolehnya di Madrasah atau sekolah-sekolah agama pada sore hari. Rasa lelah dan kantuk yang berlebihan akibat pulang sekolah yang terlalu sore menyebabkan anak menjadi tidak bersemangat mengikuti pendidikan agama di sore hari. Belum lagi siswa harus mengerjakan banyak PR yang terkesan dipaksa oleh guru-guru di sekolah. Bukankah ini pembodohan generasi?




















Kenyataan Bersangkutan

1. Program di Sekolah BPK Penabur Jakarta
BPK PENABUR bekerja sama dengan Lemlitabmas UKRIDA melakukan penelitian Studi Kelayakan Program Sekolah Lima Hari (PS5H) di Sekolah-sekolah BPK PENABUR Jakarta pada tahun 2001. Hasil penelitian yang mengikutsertakan peserta didik, orang tua peserta didik, dan guru TK, SD, SMP, dan SMA serta SMK sebagai responden, menyimpulkan, (a) pada umumnya peserta didik, orangtua dan guru setuju dilaksanakan PS5H; (b) terdapat tiga model PS5H yang layak diterapkan atau dikembangkan oleh masing-masing sekolah; (c) apabila PS5H ingin segera dilaksanakan maka dari ketiga model yang dihasilkan, model yang dianggap paling sesuai ialah Model 11 (Sekolah dilakukan Senin sampai Jumat, Sabtu libur total, satuan jam pelajaran tetap, jam sekolah per hari bertambah, jumlah jam pelajaran perminggu untuk setiap mata pelajaran tetap, dan kegiatan ekstrakurikuler dilakukan setelah jam pelajaran sekolah selesai); (d) belum diperoleh data yang dapat membuktikan PS5H dapat secara signifikan dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran; (e) penerapan PS5H tidak otomatis akan membuat biaya penyelengaraan pendidikan di sekolah lebih rendah atau lebih efisien; serta (e) keberhasilan PS5H sangat tergantung pada persiapan sumber daya dan kondisi di masing-masing sekolah yang dituntut oleh model yang dipilih.
2. Kesamaan Program dengan Jepang
Jepang juga menerapkan sekolah lima hari seminggu dengan sistem caturwulan atau trismester.Yang dimulai secara penuh pada tahun 1995, membuat jumlah hari efektif 220 hari (243 kata lain, lihat pada tabel) dalam satu tahun.Ini dianggap tinggi dibanding dengan negara-negara yang lain.


3. Pencanangan Sekolah 5 Hari di KORSEL
Pada tgl. 14 Juni lalu, pemerintah Korea Selatan mengumumkan bahwa pihaknya akan menjalankan sistem pendidikan 5 hari seminggu secara otonomi pada tingkat mulai SD hingga tingkat SMA mulai tahun 2012. Pada semseter depan tahun ini, sebanyak 10 % setingkat SD dan SMP di Korea Selatan akan menerapkan sistem tersebut sebagai percontohan. Pihak sekolah dapat meneruskan sistem pendidikan 5 hari seminggu setelah disahkan oleh badan managemen sekolah dan pejabat pengawas pendidikan tingkat kota dan provinsi.

Pihak Kementerian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjelaskan bahwa pemerintah mengambil keputusan untuk melaksanakan sistem tersebut secara keseluruhan berdasarkan tingginya jumlah suara setuju dari pihak sekolah di lapangan. Walaupun sistem ini disarankan sebagai sistem otonomi, nampaknya semua lembaga pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA akan ikut menjalankannya. Tahun 2012 diantisipasikan sebagai tahun pertama pelaksanaan sistem pendidikan 5 hari seminggu.

Jika sistem tersebut berjalan secara keseluruhan, 205 hari masuk sekolah akan diturunkan menjadi 190 hari, yaitu tingkat rata-rata hari masuk sekolah di negara-negara anggota OECD. Namun demikian, jam kegiatan mengajar-belajar akan ditetapkan sesuai dengan ‘Peraturan Program Pendidikan 2009’ yang telah direformasi. Sementara itu, hari masuk sekolah otonomi akan bertambah menjadi 20 hari dari 16 hari sebelumnya. Penetapan dan perubahan seperti ini dimaksudkan untuk memberikan kompensasi waktu belajar bagi para pelajar. Sejalan dengan hal tersebut, hari libur sekolah pada musim panas dan musim dingin akan dikurangi 4 hari, dan jam belajar di sekolah pada hari-hari biasa diperkirakan akan bertambah.

Penerapan sistem pendidikan ini diharapkan memberikan dampak positif seperti mengaktifkan para pelajar agar melakukan kerja suka rela dan menikmati waktu senggang dengan keluarganya.

Akan tetapi, masalahanya adalah penerapan sistem ini menjadi keberatan bagi para orang-tua yang bekerja pada hari Sabtu. Oleh karena itu, pihak Kementrian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi akan mengaktifkan Kelas Khusus Sabtu pada tingkat SD dan SLB -Sekolah Luar Biasa. Selain itu, untuk menangani tuntutan pelajaran privat, pemerintah akan mengaktifkan program pelajaran di luar waktu pelajaran sekolah pada setiap hari Sabtu dan merencankan membangun jaringan kerjasama dengan masyarakat setempat.

Kementerian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi akan menyelesaikan reformasi undang-undang pendidikan di lembaga pendidikan SD, SMP, dan SMA untuk memodifikasikan hari masuk sekolah sampai bulan Agustus mendatang dan mengambil tindakan kompensasi setelah melihat hasil pelaksanaan sistem pendidikan 5 hari seminggu pada sekolah-sekolah percontohan.


































KOMENTAR Bersangkutan

1. Salah Satu Akademisi USU
Tidak mesti setiap kita duduk memangku jabatan apa pun terlebih di sektor pendidikan harus dipaksakan lahir suatu kebijakan hanya untuk goretan sejarah kita sebagai pejabat. Kebijakan lima hari sekolah yang lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya dengan dalih kurikulum kesatuan pendidikan yang merata di seluruh tanah air hendaknya dikaji ulang. Kurikulum boleh berubah karena memang kurikulum kita sering di ubah-ubah oleh yang bukan ahlinya. Namun dalam menuju perubahan itu hendaknya jangan 'mencoba-coba' terlebih lagi asal jadi, asal berubah dan asal ada kebijakan. Kita tidak ingin mendulang kebodohan generasi muda hanya karena kita tidak cerdas menyikapi kemampuan bangsa kita yang membutuhkan perubahan yang gradual dan sistematis. Sekolah lima hari dalam seminggu memang banyak terjadi di negara-negara lain. Beberapa negara menjalankannya karena adanya rasa toleran bagi sekte Yahudi yang menjalankan ritualnya di hari Sabtu. Beberapa negara menjalankannya karena memang kemampuan rakyatnya sudah cukup terlatih sebagai pekerja keras dengan gizi yang cukup dan seimbang. Beberapa negara menjalankannya karena memang mereka membutuhkan liburan dua hari setelah mereka lelah bekerja selama lima hari.

2. Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Kalimantan Tengah

Krisnayadi Toendan mengusulkan kepada lembaga pendidikan  agar menerapkan sekolah lima hari, yakni mulai dari Senin hingga Jumat.

Menurut Krisnayadi pemberlakukan sekolah lima hari sangat strategis untuk mengurangi rasa kejenuhan belajar di sekolah, sehingga dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kenakalan para pelajar saat jam belajar berlangsung di sekolah.

“Pemberlakuan sekolah lima hari dapat mengurangi kenakalan para pelajar. Yang penting harus diimbangi dengan pemberian pelajaran termasuk pekerjaan rumah,” ungkap Krisnayadi.

Dikemukakannya, pihak sekolah atau para orangtua tidak perlu khawatir anak didik akan ketinggalan pelajaran. Karena akan ada kegiatan remedial maupun ekstra kurikuler yang bisa dimasukkan, jika sekolah sudah bisa menerapkan pemberlakukan sekolah lima hari di wilayah ini.

“Sejak tiga tahun lalu, wacana penerapan sekolah lima hari ini pernah disampaikan pada sekolah-sekolah. Kita coba untuk Palangka Raya dulu kemudian kabupaten lain segera dapat mengikutinya,” ujarnya.

Pemberlakukan sekolah lima hari, lanjutnya, memang ada konsekuensi subsidi bagi orangtua murid serta dari pihak komite, karena guru mengajar diluar jam efektif yang seharusnya. “Namun jangan khawatir kalau ini memang didukung pemerintah daerah, pemerintah pasti menganggarkannya dalam APBD daerah masing-masing,” jelas Krisnayadi.

Diakuinya, memang tidak mudah untuk menyakinkan komite agar mau mensubsidi guru, jika lima hari sekolah sudah dilaksanakan. “Tinggal kuncinya di proposal, dengan presentase yang baik dan dapat mengungkapkan dampak positifnya. Saya yakin orang tua siswa dapat mengerti,” katanya.

Meskipun tidak ada kebijakan dan dukungan dana dari pemerintah, ia berharap, berdasarkan otonomi sekolah, pemberlakukan lima hari sekolah dipat dilaksanakan secara mandiri. “Jangan takut melakukan sesuatu yang baik, jika dapat menjadikan sekolah lebih maju dan berkembang lagi,” pungkasnya.







KOMENTAR ANGGOTA KELOMPOK

Cahyo Utomo W.
Sekolah lima hari itu pulangnya jadi sore, tapi enaknya sekolah lima hari itu ada jeda libur pada hari sabtu.
Cressa R. S.
Kalau sekolah lima hari itu buat saya pribadi jadi sebuah kesenangan sendiri karena pada hari sabtunya libur.Tapi, karena jadwal 6 hari dipadatkan jadi lima hari, saya sebagai siswa jadi mudah capek.
Giasani S. Nasifah
Sebenarnya program ini bertujuan baik dan juga baik untuk dilaksanakan akan tetapi pemerintah harusnya lebih mempertimbangkan kemampuan kami sebagai siswa.Kalaupun sabtu dipakai untuk ekskul toh pada kenyataannya masih banyak siswa yang menjadikan sabtu untuk hari libur pribadi.
Ine Agustina
Belajar 5 hari itu enak, tapi jadwal pelajarannya yang padat banyak menyita waktu sehingga bagi saya yang sulit membagi waktu kewalahan dan juga kecapaian.












KESIMPULAN

Pelaksanaan program lima hari sekolah memang tidak sekedar memindahkan jam pelajaran dari hari sabtu ke lima hari yang lain, butuh persiapan yang lebih dari itu, salah satu contohnya yaitu proses pembelajaran yang dilaksanakan haruslah pembelajaran yang menyenangkan siswa, karena pembelajaran dilakukan melebihi dari jam biasanya yang terkadang akan membuat siswa merasa jemu jika pembelajarannya monoton dan tidak menarik. Disinilah tuntutan guru mengemas pembelajaran sehingga menjadi sedemikian menarik bagi siswa-siswi. Tuntutan ini yang menjadikan guru harus banyak belajar, keluar dari zona nyaman guru, salah satu faktor inilah yang menjadi pertimbangan mau dan mampunya sekolah melaksanakan program lima hari sekolah.


















DAFTAR PUSTAKA

sditalibrah.multiply.com
world.kbs.co.kr
www.bpkpenabur.or.id
www.harianhaluan.com
www.waspada.co.id

No comments:

Post a Comment